Monday, May 08, 2006

Kesehatan dan Problematikanya

Komitmen Bersama sebagai Upaya Pengentasan

Komitmen Bersama sebagai Upaya Pengentasan

Masalah Kesehatan

(Peringatan Hari Kesehatan Dunia 7 April 2006)

Oleh : Muhammad Alim Bahri


WHO sebagai badan kesehatan dunia telah menetapkan bahwa setiap tanggal 7 April diperingati sebagai Hari Kesehatan Sedunia. Pada tahun ini tema yang diangkat adalah "Working Together for Health". Kesehatan adalah salah satu komponen terpenting dalam pengembangan kapasitas manuisia. Selain pendidikan, ekonomi dan hukum, kesehatan ditempatkan pada posisi yang setara pada tiga aspek tersebut (Milenium Development Goals (MDGs) 2005).

Indonesia sebagi salah satu komponen bangsa turut memperingati hari kesehatan ini. Menilik lebih jauh tentang indonesia, ternyata kita masih mengalami degradasi dalam persoalaln kesehatan. Angka Kematian Ibu (AKI) berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan (SDKI) 2002-2003 menunjukkan angka 461/100.000, Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 42/1000, serta Angka Kematian Balita (U-5MR) bertengger di tapal 55/1000. Selain itu, minimnya akses atas pelayanan kesehatan dan informasi tentang hidup sehat memberi kontribusi dalam rendahnya angka harapan hidup rakyat kita. Umur Harapan Hidup (1999) masyarakat Indonesia adalah 65,5 thn.

Saat ini kita tengah dihadapkan dengan fenomena triple burden disease, kenyataan merebaknya tiga jenis penyakit yang menjangkiti banyak warga negara. Tripple burden tersebut terdiri atas (1) penyakit infeksi tropik klasik yang kembali muncul; (2) penyakit degeneratif dan kardiovaskular; serta (3) penyakit-penyakit baru yang baru muncul (new emerging disease). Fenomena ini sesungguhnya bukan hanya membutuhkan biaya yang besar untuk penanggulangannya, melainkan juga memerlukan kesungguhan dan komitmen seluruh pihak dalam merealisasikan pembangunan kesehatan.


Kompleksitas Permasalahan

Persoalan kesehata di Indonesia belum menunjukan derajat kenaikan. Kompleksitas permasalahan masih berkisar pada hal-hal yang sama setiap tahunnnya. Kebijakan-kebijakan yang diambil-pun selalu tidak tepat sasaran. Ada banyak hal yang bisa ditilik lebih jauh dari problematika ini.

Problematika kesehatan yang pertama adalah ketidak sinambungan antara preventif dan kuratif. Sampai saat ini sejak dipublikasikan tentang paradigma sehat 15 september 1998, persoalan kesehatn belum menunjukan perbaikan yang signifikan. Upaya-upaya kuratif masih mendominasi pada pembangunan kesehatan indonesia. Porsi promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif 1:3.

Ironisnya anggaran terbagi atas porsi yang sangat kecil 2,4 GDP. Meskipun standar minimal yang ditetapkan oleh WHO (5% dari PDB) atau Kesepakatan Blitar sebesar 15% dari total APBN/APBD sampai saat ini belum dapat terealisasikan. Kemudian ditambah lagi perilaku korupsi para birokrasi pemerintah yang masih merajalela.

Tenaga kesehatan juga masih menjadi bagian penting dalam pembangunan kesehatan. Tidak sesuainya antara tenaga kesehatan dengan luas wilayah indonesia menjadikan banyak wilayah-wilayah nusantara yang masih rendah derajat kesehatannya. Sampai saat ini, rasio dokter dengan jumlah penduduk berkisar 1 : 5000, sementara rasio perawat (nurse) dengan penduduk 1:2850, serta rasio bidan dengan penduduk yang hanya 1:2600.

Dalam hal sebaran (distribusi) tenaga kesehatan di negara kita, disparitas sangat jelas kelihatan jika kita membandingkan rasio dokter di Indonesia bagian barat dengan timur. Rasio dokter di Sumatera Utara mencapai 0,84; sedangkan di Nusa Tenggara Timur hanya 0,26; sementara di Papua 0,12.

Hal ini ditambah lagi dengan kualitas tenaga kesehatan yang masim minim. Banyak penangan-penaganan kesehatan belum bisa diselasaikan dengan baik karena pengalaman yang masih kurang. Dampaknya adalah timbulnya sikap skeptis dimasyarakat terhadap tenaga kesehatan.

Problematika kesehatan yang lain adalah pada persoalan perundang-undangan. Undang-Undang No 22/1999 tentang Otonomi Daerah pada awalnya telah menyisakan disparitas kebijakan pembangunan kesehatan yang cukup nyata antara Kabupaten, Provinsi dan di tingkat Nasional. Selanjutnya, dengan penerapan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membuka kembali fungsi koordinatif Pusat ke Daerah, Provinsi ke Kabupaten/Kota.

Kompleksitas yang lain adalah hubungan antara problematika kesehatan dengan persoalan ekonomi serta pendidikan dan politik bangsa. Pada dasarnya, kesehatan bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Hubungannya antara komponen-komponen diatas merupakan sesuatu yang wajib terselenggara. Apabila ada ketimpangan dari salah satu komponen diatas maka, persoalan kesehatan akan mengalami kemandek-kan pula.

Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting dalam permsalahan ini. Kebijakan-kebijakan yang diambilpun harus menjadi formula yang mujarab untuk menagatasi persoalan-persoalan ini. Kenaikan harga BBM beberapa waktu yang lalu mempunyai dampak yang buruk bukan hanya pada pendapatan masyarakat tapi pula pada persoalan kesehatan masyarakat.

Hal ini meniscayakan bahwa tingkat kemiskinan, pendidikan dan partisipasi politik berbanding lurus dengan tingkat kesehatan. Yang harus diupayakan saat ini adalah bagaimana membangun komitmen bersama dalam mengentaskan permasalahan bangsa secara umum dan kesehatan secara khusus.


Membangun Komitmen Bersama

Sesuai dengan tema hari kesehatan dunia saat ini, interkoneksitas dari semua elemen menjadi hal yang mutlak untuk dilaksanakan. Hal ini menjawab bahwa persoalan kesehatan tidak selalu berdiri sendiri.

Namun, untuk mencapai komitmen bersama dalam mengentaskan persoalan kesehatan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Upaya-upaya unutuk meretas ego adalah hal awal yang harus diselesaikan. Persoalan cara pandang pula tidak kalah penting untuk diperhatikan, baik ditingkat pemerintah maupun masyarakat.

Pada tingkatan pemerintah sebagi komponen pengambil kebijakan, cara pandang pembangunan kesehatan tidak hanya selalu ditujukan dengan pembangunan gedung dan fasilitas-fasilitassnya. Karena ternyata, persoalan dilapangan atau masyarakat secara umum belum menggunakan hal-hal itu. Yang terjadi kemudian ada indikasi bahwa pemerintah hanya memfasilitasi masyrakat ekonomi kelas atas.

Komitmen yang harus ditunjukan pemerintah adalah mengikuti ketentuan standar minimal yang ditetapkan oleh WHO (5% dari PDB) atau Kesepakatan Blitar sebesar 15% dari total APBN/APBD untuk anggaran pembangunan kesehatan. Kemudian ditambah lagi dengan upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme yang harus masif untuk membantu pembangunan kesehatan.

Dalam persoalan tenaga kesehatan, peran serta institusi pendidikan menjadi hal yang wajib untuk diperbaiki untuk menambah kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan. Perbaikan kurikulum ditingkat perguruan tinggi dengan mengikuti perkembangan kesehatan adalah salah satunya. Akreditasi perguiruan tinggi kesehatan oleh pemerintah harus dilaksanakan dengan teratur dan transparant menjadi hal yang penting pula.

Selain itu dengan adanya Konsil Kedokteran yang bertugas untuk mengakreditasi lulusan kedokteran merupakan hal yang cukup baik pula. Namun, upaya pengawasan pemerintah terhadap lembaga tersebut harus tetap dilaksanakan pula secara transparant. Sehingga tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan baru.

Ditingkattan masyarakat, upaya dalam membangun komitmen bersama dilaksanakan dengan model pemberdayaan masyarakat. Mengikutsertakan masyarakat dalam mengentaskan permasalahan kesehatan merupakan langkah bijak pemerintah. Karena dalam praktek pembangunan kesehatan di bangsa kita, tingkat partisipasi masyarakat masih sangat rendah. Sebagian besar hal ini disebabkan oleh masih sentralistiknya kebijakan kesehatan, sehingga upaya pemberdayaan masih sangat terbatas dapat dilakukan.

Hal ini diperlukan untuk mencegah sikap skeptis masyarakat terhadap institusi kesehatan. Pemberdayaan ini juga ditujukan untuk mencari gagasan-gagasan kebudayaan yang berpengaruh positif pada pengentasan masalah kesehatan. Unsur tradisi dan kultur yang kemarin sempat dirampas pemerintah harus kembali ditempatkan pada posisi awalnya.

Hal ini pula untuk memberantas perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme di pemerintah dengan melibatkan masyarakat secara luas. Diharapkan dengan adanya keterlibatan publik menjadi salah satu pengawas atas terbinanya masyarakat yang sehat dan pemerintah yang bersih.

*******

Komitmen bersama ini menjadi sesuatu yang sangat berharga, keberlajutan negara menjadi taruhannya. Dengan kondisi saat ini memungkinkan bangsa Indonesia akan musnah pada beberapa puluh tahun kedepan. Karena generasi kedepan tidak lagi mampu untuk menjalani kehidupan secara normal karena terserang oleh berbagai penyakit.(ab)






0 comments: