Wednesday, May 10, 2006

Dari wanita itu

Saudaraku…

Maaf...

(sudah ku coba untuk jujur)


Saudaraku…

Tidakkah kau ingin menepi sejenak

Tanggalkan jubah rutinitas

Yang perlahan mengikis kemanusiaanmu

Hanya sejenak saudaraku!!

Duduk dan rengkuhlah jiwaku

Kan ku ceritakan cinta yang memanusiakan manusia

Cinta yang membuat Salma mampu merajut sayap-sayap patahnya

Untuk terbang ke Cakrawala kebebasan

Dan meraih kehormatan tertinggi

Lebih dekat denganku ,saudaraku!!

Kutakut kemah ketenangan ini tak cukup

Untuk kita berdua...

Karena melodi cinta yang harusnya terucap,

hanya terdengar seperti bisikan yang sia-sia...

bahkan air matapun tidak lagi mengalir

diantar ketulusan

lalu akankah cinta mistik hanya milik seorang

Rabi’ah Al-adawiyah?

Pun ketika Sheakspear merajut cinta sejati

Romeo-Juliet lalu kemudian menyelimutinya dengan kematian

Ataukan akan ada lagi Gibran lain yang

Terus menanti mempelainya di ranjang pengantin

Hingga bahasa kesunyian tak lagi dimengertinya?

Atau begini, saudaraku

Kita sepakat saja

Biarkan cinta kehilangan kecintaannya…

Monday, May 08, 2006

Kesehatan dan Problematikanya

Komitmen Bersama sebagai Upaya Pengentasan

Komitmen Bersama sebagai Upaya Pengentasan

Masalah Kesehatan

(Peringatan Hari Kesehatan Dunia 7 April 2006)

Oleh : Muhammad Alim Bahri


WHO sebagai badan kesehatan dunia telah menetapkan bahwa setiap tanggal 7 April diperingati sebagai Hari Kesehatan Sedunia. Pada tahun ini tema yang diangkat adalah "Working Together for Health". Kesehatan adalah salah satu komponen terpenting dalam pengembangan kapasitas manuisia. Selain pendidikan, ekonomi dan hukum, kesehatan ditempatkan pada posisi yang setara pada tiga aspek tersebut (Milenium Development Goals (MDGs) 2005).

Indonesia sebagi salah satu komponen bangsa turut memperingati hari kesehatan ini. Menilik lebih jauh tentang indonesia, ternyata kita masih mengalami degradasi dalam persoalaln kesehatan. Angka Kematian Ibu (AKI) berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan (SDKI) 2002-2003 menunjukkan angka 461/100.000, Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 42/1000, serta Angka Kematian Balita (U-5MR) bertengger di tapal 55/1000. Selain itu, minimnya akses atas pelayanan kesehatan dan informasi tentang hidup sehat memberi kontribusi dalam rendahnya angka harapan hidup rakyat kita. Umur Harapan Hidup (1999) masyarakat Indonesia adalah 65,5 thn.

Saat ini kita tengah dihadapkan dengan fenomena triple burden disease, kenyataan merebaknya tiga jenis penyakit yang menjangkiti banyak warga negara. Tripple burden tersebut terdiri atas (1) penyakit infeksi tropik klasik yang kembali muncul; (2) penyakit degeneratif dan kardiovaskular; serta (3) penyakit-penyakit baru yang baru muncul (new emerging disease). Fenomena ini sesungguhnya bukan hanya membutuhkan biaya yang besar untuk penanggulangannya, melainkan juga memerlukan kesungguhan dan komitmen seluruh pihak dalam merealisasikan pembangunan kesehatan.


Kompleksitas Permasalahan

Persoalan kesehata di Indonesia belum menunjukan derajat kenaikan. Kompleksitas permasalahan masih berkisar pada hal-hal yang sama setiap tahunnnya. Kebijakan-kebijakan yang diambil-pun selalu tidak tepat sasaran. Ada banyak hal yang bisa ditilik lebih jauh dari problematika ini.

Problematika kesehatan yang pertama adalah ketidak sinambungan antara preventif dan kuratif. Sampai saat ini sejak dipublikasikan tentang paradigma sehat 15 september 1998, persoalan kesehatn belum menunjukan perbaikan yang signifikan. Upaya-upaya kuratif masih mendominasi pada pembangunan kesehatan indonesia. Porsi promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif 1:3.

Ironisnya anggaran terbagi atas porsi yang sangat kecil 2,4 GDP. Meskipun standar minimal yang ditetapkan oleh WHO (5% dari PDB) atau Kesepakatan Blitar sebesar 15% dari total APBN/APBD sampai saat ini belum dapat terealisasikan. Kemudian ditambah lagi perilaku korupsi para birokrasi pemerintah yang masih merajalela.

Tenaga kesehatan juga masih menjadi bagian penting dalam pembangunan kesehatan. Tidak sesuainya antara tenaga kesehatan dengan luas wilayah indonesia menjadikan banyak wilayah-wilayah nusantara yang masih rendah derajat kesehatannya. Sampai saat ini, rasio dokter dengan jumlah penduduk berkisar 1 : 5000, sementara rasio perawat (nurse) dengan penduduk 1:2850, serta rasio bidan dengan penduduk yang hanya 1:2600.

Dalam hal sebaran (distribusi) tenaga kesehatan di negara kita, disparitas sangat jelas kelihatan jika kita membandingkan rasio dokter di Indonesia bagian barat dengan timur. Rasio dokter di Sumatera Utara mencapai 0,84; sedangkan di Nusa Tenggara Timur hanya 0,26; sementara di Papua 0,12.

Hal ini ditambah lagi dengan kualitas tenaga kesehatan yang masim minim. Banyak penangan-penaganan kesehatan belum bisa diselasaikan dengan baik karena pengalaman yang masih kurang. Dampaknya adalah timbulnya sikap skeptis dimasyarakat terhadap tenaga kesehatan.

Problematika kesehatan yang lain adalah pada persoalan perundang-undangan. Undang-Undang No 22/1999 tentang Otonomi Daerah pada awalnya telah menyisakan disparitas kebijakan pembangunan kesehatan yang cukup nyata antara Kabupaten, Provinsi dan di tingkat Nasional. Selanjutnya, dengan penerapan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membuka kembali fungsi koordinatif Pusat ke Daerah, Provinsi ke Kabupaten/Kota.

Kompleksitas yang lain adalah hubungan antara problematika kesehatan dengan persoalan ekonomi serta pendidikan dan politik bangsa. Pada dasarnya, kesehatan bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Hubungannya antara komponen-komponen diatas merupakan sesuatu yang wajib terselenggara. Apabila ada ketimpangan dari salah satu komponen diatas maka, persoalan kesehatan akan mengalami kemandek-kan pula.

Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting dalam permsalahan ini. Kebijakan-kebijakan yang diambilpun harus menjadi formula yang mujarab untuk menagatasi persoalan-persoalan ini. Kenaikan harga BBM beberapa waktu yang lalu mempunyai dampak yang buruk bukan hanya pada pendapatan masyarakat tapi pula pada persoalan kesehatan masyarakat.

Hal ini meniscayakan bahwa tingkat kemiskinan, pendidikan dan partisipasi politik berbanding lurus dengan tingkat kesehatan. Yang harus diupayakan saat ini adalah bagaimana membangun komitmen bersama dalam mengentaskan permasalahan bangsa secara umum dan kesehatan secara khusus.


Membangun Komitmen Bersama

Sesuai dengan tema hari kesehatan dunia saat ini, interkoneksitas dari semua elemen menjadi hal yang mutlak untuk dilaksanakan. Hal ini menjawab bahwa persoalan kesehatan tidak selalu berdiri sendiri.

Namun, untuk mencapai komitmen bersama dalam mengentaskan persoalan kesehatan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Upaya-upaya unutuk meretas ego adalah hal awal yang harus diselesaikan. Persoalan cara pandang pula tidak kalah penting untuk diperhatikan, baik ditingkat pemerintah maupun masyarakat.

Pada tingkatan pemerintah sebagi komponen pengambil kebijakan, cara pandang pembangunan kesehatan tidak hanya selalu ditujukan dengan pembangunan gedung dan fasilitas-fasilitassnya. Karena ternyata, persoalan dilapangan atau masyarakat secara umum belum menggunakan hal-hal itu. Yang terjadi kemudian ada indikasi bahwa pemerintah hanya memfasilitasi masyrakat ekonomi kelas atas.

Komitmen yang harus ditunjukan pemerintah adalah mengikuti ketentuan standar minimal yang ditetapkan oleh WHO (5% dari PDB) atau Kesepakatan Blitar sebesar 15% dari total APBN/APBD untuk anggaran pembangunan kesehatan. Kemudian ditambah lagi dengan upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme yang harus masif untuk membantu pembangunan kesehatan.

Dalam persoalan tenaga kesehatan, peran serta institusi pendidikan menjadi hal yang wajib untuk diperbaiki untuk menambah kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan. Perbaikan kurikulum ditingkat perguruan tinggi dengan mengikuti perkembangan kesehatan adalah salah satunya. Akreditasi perguiruan tinggi kesehatan oleh pemerintah harus dilaksanakan dengan teratur dan transparant menjadi hal yang penting pula.

Selain itu dengan adanya Konsil Kedokteran yang bertugas untuk mengakreditasi lulusan kedokteran merupakan hal yang cukup baik pula. Namun, upaya pengawasan pemerintah terhadap lembaga tersebut harus tetap dilaksanakan pula secara transparant. Sehingga tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan baru.

Ditingkattan masyarakat, upaya dalam membangun komitmen bersama dilaksanakan dengan model pemberdayaan masyarakat. Mengikutsertakan masyarakat dalam mengentaskan permasalahan kesehatan merupakan langkah bijak pemerintah. Karena dalam praktek pembangunan kesehatan di bangsa kita, tingkat partisipasi masyarakat masih sangat rendah. Sebagian besar hal ini disebabkan oleh masih sentralistiknya kebijakan kesehatan, sehingga upaya pemberdayaan masih sangat terbatas dapat dilakukan.

Hal ini diperlukan untuk mencegah sikap skeptis masyarakat terhadap institusi kesehatan. Pemberdayaan ini juga ditujukan untuk mencari gagasan-gagasan kebudayaan yang berpengaruh positif pada pengentasan masalah kesehatan. Unsur tradisi dan kultur yang kemarin sempat dirampas pemerintah harus kembali ditempatkan pada posisi awalnya.

Hal ini pula untuk memberantas perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme di pemerintah dengan melibatkan masyarakat secara luas. Diharapkan dengan adanya keterlibatan publik menjadi salah satu pengawas atas terbinanya masyarakat yang sehat dan pemerintah yang bersih.

*******

Komitmen bersama ini menjadi sesuatu yang sangat berharga, keberlajutan negara menjadi taruhannya. Dengan kondisi saat ini memungkinkan bangsa Indonesia akan musnah pada beberapa puluh tahun kedepan. Karena generasi kedepan tidak lagi mampu untuk menjalani kehidupan secara normal karena terserang oleh berbagai penyakit.(ab)






Persembahan Buat Wanita Indonesia

SEBAB DAN AKIBAT PERNIKAHAN DINI

PERNIKAHAN DINI ;

Masalah Klasik Perempuan Indonesia

Oleh : Muhammad Alim Bahri


Tanggal 21 april seluruh indonesia selalu memaknainya sebagai hari kebangkitan perempuan dengan adanya kartini sebagai pelopor. Sudah setengah abad lamanya kartini telah menancapkan tonggak awal pergerakan perempuan. Kartini secara sosial telah coba menembus budaya-budaya patriarki di indonesia. Namun, perjuangan itu sampai saat ini belum juga menemukan titik batas dari cita-cita tulus seorang kartini. Masih timpangnya persoalan perempuan baik dari segi budaya, sosial, politik, ekonomi,kesehatan dan semua sendi kehidupan.

Menurut lembaga kesehatan dunia (WHO) Indonesia merupakan negara yang tinggi tingkat kematiann ibu dan bayin. Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003 mengindikasikan tingginya angka kematian ibu dan bayi mencapai 307/100.000 angka kelahiran hidup dan 35/1000 angka kelahiran hidup. Bila dirata-rata setiap 1 jam terdapat dua orang ibu meninggal akibat melahirkan. Selain kompleksnya masalah kesehatan, dalam beberapa hal tingginya angka kematian ibu dan anak sangat berhubungan dengan pernikahan yang dilakukan di usia dini.

Bila menyimak kejadian pernikahan dini sangat berkaitan dengan kompleksnya pemasalahan yang ada di masyarakat. Permasalahannya bukan hanya masalah kesehatan tetapi juga persoalan ekonomi, budaya serta kebijakan pemerintah.

Kompleksitas masalah

Apabila kita menelaah lebih jauh tentang pernikahan dini, yang selalu menjadi obyek adalah perempuan. Pada konteks budaya, masih kentalnya budaya patriarkhi di masyarakat menjadikan perempuan berada pada second class dalam masyarakat.

Pernikahan dalam aspek budaya menduduki persoalan yang sangat sakral. Banyak mitos mengenai pernikahan didalam budaya setiap daerah. Salah satu mitos tersebut adalah kekhawatiran orang tua akan anaknya tidak mendapatkan jodoh bila anak yang sudah mendapatkan halangan (nifas) tidak cepat dinikahkan.

Pada persoalan ekonomi, tingginya pernikahan dini berada pada daerah-daerah miskin. Hal ini berhubungan dengan beban orang tua yang tidak sanggup lagi membiayai keberlangsungan hidup keluarga. Maka sebagai solusi singkat untuk mengkhiri masalah tersebut, dinikahkanlah anak-anak mereka yang sudah dianggap dewasa. Kemudian, dari pernikahan tersebut diharapkan mempunyai keturunan yang dapat membantu proses produksi demi kelancaran ekonomi keluarga.

Pada masalah pendidikan, angka melek huruf pada perempuan lebih sedikt dari laki-laki. Rata-rata, perempuan hanya diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan maksimal enam tahun atau empat tahun, karena menganggap bahwa perempuan itu sebaiknya berada di rumah dan bidang pekerjaannya sekitar dalam rumah saja.

Disisi kesehatan, program kesehatan yang masih berkutat pada peran-peran kuratif. Hal ini bisa dilihat dari anggaran pembangunan kesehatannya dengan alokasi untuk sektor promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif yang mencapai perbandingan sekitar 1:3. Selanjutnya, sisi kesehatan belum terlalu menyentuh kalangan laki-laki.

Dari segi undang-undang, peraturan tentang undang-undang pernikahan tidak diikuti proses pengawasan dan kontrol yang baik. Masih maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi semakin banyak pelanggaran aturan tersebut. Penegakan hukum ke aparat-aparat yang curang pun masih harus dipertanyakan.

Dampaknya

Dampak budaya patriarkhi yang dianut bangsa kita dengan mendudukkan laki-laki sebagai super power dalam semua permasalahan. Semua konsep dibuat dengan standar dorongan alamiah kaum laki-laki. Persoalan pernikahan dan keturunan sampai pemilihan alat kontrasepsi diatur oleh laki-laki. Akibatnya kaum wanita semakin terpinggirkan dan hanya menjadi semacan "perkakas budaya" yang harus tunduk dan menyesuaikan diri dengan pradigma budaya yang ada.

Secara sosial, dampak yang akan terjadi adalah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Saat ini indonesia berada dalam lima besar penduduk terbanyak didunia. Menurut Robert L.Malthus ; kenaikan penduduk berdasarkan deret hitung dan produksi berdasarkan deret ukur. Hal ini, dipicu karena pernikahan dini akan menyebabkan masa usia subur yang panjang. Meningkatnya tindakan-tindakan kriminal seperti pemerkosaan, pembunuhan serta masalah-masalah sosial lainya adalah salah satu dampak dari tingginya jumlah penduduk.

Dampak ekonomi, pertumbuhan penduduk tidak selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi (R. L. Malthus). Alhasil, rakyat miskin menjadi sesuatu yang mutlak terjadi. Hal ini karena, kebutuhan keluarga sangat banyak dan kompleks namun tidak dibarengi dengan nilai beli masyarakat. Sehingga pernikahan dini sebagai solusi alternatif mengurangi beban ekonomi.

Pada persoalan pendidikan,. program wajib belajar sembilan tahun belum dapat menyentuh nurani masyarakat. Masyarakat masih disibukkan dengan melengkapi kebutuhan ekonomi dalam menjalankan hidup. Indonesia angka perkawinan awal, di kalangan wanita yang mempunyai pengetahuan/ pendidikan di bawah pendidikan dasar secara kasar adalah tiga kali lipat daripada para wanita yang sekurangnya bersekolah selama 7 tahun (The Alan Guttmacher Institute,2005).

Tidak jauh berbeda pula pada persoalan kesehatan. Masih tingginya angka kematian ibu dan anak menjadi jawaban dari kurangnya perhatian pada pemberian informasi dan pendidikan dimasyarakat. Pernikahan dini, lebih besar kemungkinanya mengalami kelahiran secara prematur (premature labor), keguguran dan kematian bayi atau jabang bayi dalam kandungan, dan kemungkinannya meninggal akibat kehamilan, empat kali lipat daripada wanita yang lebih tua berusia 20 tahun keatas. Bayi yang dilahirkanpun lebih besar kemungkinanya lahir dengan berat yang kurang normal dan meninggal sebelum usia satu tahun daripada bayi-bayi yang dilahirkan oleh para wanita dewasa.

Solusi

Penanggulangan secara komprehensif dengan pelibatan semua komponen secara aktif dalam melihat persoalan seperti ini setidak-tidaknya dapat menjawab apa yang menjadi permasalahan dibalik pernikahan usia dini ini. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu pintu dalam mengatasi permasalahan ini. Keterlibatan secara aktif oleh masyarakat sangat mendukung kearah perubahan paradigma tetang pernikahan di usia dini.

Persoalan budaya, budaya petriarkhi yang sudah mengakar di indonesia menjadi hal yang cukup sulit untuk ditanggulangi. Hal ini dapat dimaklumi karena budaya ini memasuki semua komponen kehidupan dimasyarakat. Olehnya, pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan dalam proses pengambilan keputusan pada semua persoalan. Serta pemberian informasi dan pengetahuan yang masif kepada mereka.

Pada persoalan pendidikan, program wajib belajar sembilan tahun wajib untuk terus dicanangkan. Insetif pendidikan lewat subsidi BBM wajarnya diberikan secara merata oleh semua masyarakat tanpa memandang gender. Pada akhirnya, perempuan pun mendapatkan hak yang sama pada persoalan pendidikan.

Dari segi kesehatan, informasi masif tentang kesehatan reproduksi di masyarakat menjadi pilar untuk mengurangi dampak, adanya kurikulum kesehatan reproduksi disekolah-sekolah menengah merupakan salah satu bagiannya. Keterlibatan laki-laki dalam menggunakan alat kontrasepsi secara berimbang dengan perempuan, bukan hanya sebagai persamaan hak, karena hal ini, untuk mengurangi masalah kesehatan perempuan serta berkurangnya angka melahirkan.

Keterlibatan ekonomi menjadi sangat penting dalam permasalahan ini. Maraknya perdagangan perempuan dan anak menjadi salah satu dampak dari persoalan ekonomi. Olehnya keterlibatan secara mendalam oleh pemerintah sangat dibutuhkan dalam persoalan ini. Pemberian ruang-ruang kerja harus diintesifkan untuk membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Program insentif untuk keluarga miskin perlu menjadi jalan keluar dari permasalan ini tetapi juga harus diikuti dengan proses manajemen yang baik oleh pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan tersebut.

Disisi lain pemerintah sebagai pengambil keputusan, harus tegas dalam menjalankan dan mengontrol aturan-aturan yang telah dan akan dikeluarkan. Pemberian sanksi menjadi hal yang mutlak untuk dapat mencegah masalah-masalah penikahan dini dan perempuan secara keseluruhan.

***

Praktek pernikahan di usia dini hanyalah salah satu dari ribuan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh kaum hawa. Momentum dari hari kartini ini, dapat menjadi sebuah awal untuk mengurangi beban dari permasalahan yang dialami kaum perempuan. Kita harus sadar bahwa keberlanjutan suatu kaum tergantung dari keberadaan perempuan. Anak cucu bangsa yang kuat tercipta dari rahim perempuan yang sehat. (ab)


SEBAB DAN AKIBAT PERNIKAHAN DINI

PERNIKAHAN DINI ;

Masalah Klasik Perempuan Indonesia

Oleh : Muhammad Alim Bahri

Ketua Umum LKMI HMI Cabang Makassar Timur


Tanggal 21 april seluruh indonesia selalu memaknainya sebagai hari kebangkitan perempuan dengan adanya kartini sebagai pelopor. Sudah setengah abad lamanya kartini telah menancapkan tonggak awal pergerakan perempuan. Kartini secara sosial telah coba menembus budaya-budaya patriarki di indonesia. Namun, perjuangan itu sampai saat ini belum juga menemukan titik batas dari cita-cita tulus seorang kartini. Masih timpangnya persoalan perempuan baik dari segi budaya, sosial, politik, ekonomi,kesehatan dan semua sendi kehidupan.

Menurut lembaga kesehatan dunia (WHO) Indonesia merupakan negara yang tinggi tingkat kematiann ibu dan bayin. Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003 mengindikasikan tingginya angka kematian ibu dan bayi mencapai 307/100.000 angka kelahiran hidup dan 35/1000 angka kelahiran hidup. Bila dirata-rata setiap 1 jam terdapat dua orang ibu meninggal akibat melahirkan. Selain kompleksnya masalah kesehatan, dalam beberapa hal tingginya angka kematian ibu dan anak sangat berhubungan dengan pernikahan yang dilakukan di usia dini.

Bila menyimak kejadian pernikahan dini sangat berkaitan dengan kompleksnya pemasalahan yang ada di masyarakat. Permasalahannya bukan hanya masalah kesehatan tetapi juga persoalan ekonomi, budaya serta kebijakan pemerintah.

Kompleksitas masalah

Apabila kita menelaah lebih jauh tentang pernikahan dini, yang selalu menjadi obyek adalah perempuan. Pada konteks budaya, masih kentalnya budaya patriarkhi di masyarakat menjadikan perempuan berada pada second class dalam masyarakat.

Pernikahan dalam aspek budaya menduduki persoalan yang sangat sakral. Banyak mitos mengenai pernikahan didalam budaya setiap daerah. Salah satu mitos tersebut adalah kekhawatiran orang tua akan anaknya tidak mendapatkan jodoh bila anak yang sudah mendapatkan halangan (nifas) tidak cepat dinikahkan.

Pada persoalan ekonomi, tingginya pernikahan dini berada pada daerah-daerah miskin. Hal ini berhubungan dengan beban orang tua yang tidak sanggup lagi membiayai keberlangsungan hidup keluarga. Maka sebagai solusi singkat untuk mengkhiri masalah tersebut, dinikahkanlah anak-anak mereka yang sudah dianggap dewasa. Kemudian, dari pernikahan tersebut diharapkan mempunyai keturunan yang dapat membantu proses produksi demi kelancaran ekonomi keluarga.

Pada masalah pendidikan, angka melek huruf pada perempuan lebih sedikt dari laki-laki. Rata-rata, perempuan hanya diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan maksimal enam tahun atau empat tahun, karena menganggap bahwa perempuan itu sebaiknya berada di rumah dan bidang pekerjaannya sekitar dalam rumah saja.

Disisi kesehatan, program kesehatan yang masih berkutat pada peran-peran kuratif. Hal ini bisa dilihat dari anggaran pembangunan kesehatannya dengan alokasi untuk sektor promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif yang mencapai perbandingan sekitar 1:3. Selanjutnya, sisi kesehatan belum terlalu menyentuh kalangan laki-laki.

Dari segi undang-undang, peraturan tentang undang-undang pernikahan tidak diikuti proses pengawasan dan kontrol yang baik. Masih maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi semakin banyak pelanggaran aturan tersebut. Penegakan hukum ke aparat-aparat yang curang pun masih harus dipertanyakan.

Dampaknya

Dampak budaya patriarkhi yang dianut bangsa kita dengan mendudukkan laki-laki sebagai super power dalam semua permasalahan. Semua konsep dibuat dengan standar dorongan alamiah kaum laki-laki. Persoalan pernikahan dan keturunan sampai pemilihan alat kontrasepsi diatur oleh laki-laki. Akibatnya kaum wanita semakin terpinggirkan dan hanya menjadi semacan "perkakas budaya" yang harus tunduk dan menyesuaikan diri dengan pradigma budaya yang ada.

Secara sosial, dampak yang akan terjadi adalah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Saat ini indonesia berada dalam lima besar penduduk terbanyak didunia. Menurut Robert L.Malthus ; kenaikan penduduk berdasarkan deret hitung dan produksi berdasarkan deret ukur. Hal ini, dipicu karena pernikahan dini akan menyebabkan masa usia subur yang panjang. Meningkatnya tindakan-tindakan kriminal seperti pemerkosaan, pembunuhan serta masalah-masalah sosial lainya adalah salah satu dampak dari tingginya jumlah penduduk.

Dampak ekonomi, pertumbuhan penduduk tidak selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi (R. L. Malthus). Alhasil, rakyat miskin menjadi sesuatu yang mutlak terjadi. Hal ini karena, kebutuhan keluarga sangat banyak dan kompleks namun tidak dibarengi dengan nilai beli masyarakat. Sehingga pernikahan dini sebagai solusi alternatif mengurangi beban ekonomi.

Pada persoalan pendidikan,. program wajib belajar sembilan tahun belum dapat menyentuh nurani masyarakat. Masyarakat masih disibukkan dengan melengkapi kebutuhan ekonomi dalam menjalankan hidup. Indonesia angka perkawinan awal, di kalangan wanita yang mempunyai pengetahuan/ pendidikan di bawah pendidikan dasar secara kasar adalah tiga kali lipat daripada para wanita yang sekurangnya bersekolah selama 7 tahun (The Alan Guttmacher Institute,2005).

Tidak jauh berbeda pula pada persoalan kesehatan. Masih tingginya angka kematian ibu dan anak menjadi jawaban dari kurangnya perhatian pada pemberian informasi dan pendidikan dimasyarakat. Pernikahan dini, lebih besar kemungkinanya mengalami kelahiran secara prematur (premature labor), keguguran dan kematian bayi atau jabang bayi dalam kandungan, dan kemungkinannya meninggal akibat kehamilan, empat kali lipat daripada wanita yang lebih tua berusia 20 tahun keatas. Bayi yang dilahirkanpun lebih besar kemungkinanya lahir dengan berat yang kurang normal dan meninggal sebelum usia satu tahun daripada bayi-bayi yang dilahirkan oleh para wanita dewasa.

Solusi

Penanggulangan secara komprehensif dengan pelibatan semua komponen secara aktif dalam melihat persoalan seperti ini setidak-tidaknya dapat menjawab apa yang menjadi permasalahan dibalik pernikahan usia dini ini. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu pintu dalam mengatasi permasalahan ini. Keterlibatan secara aktif oleh masyarakat sangat mendukung kearah perubahan paradigma tetang pernikahan di usia dini.

Persoalan budaya, budaya petriarkhi yang sudah mengakar di indonesia menjadi hal yang cukup sulit untuk ditanggulangi. Hal ini dapat dimaklumi karena budaya ini memasuki semua komponen kehidupan dimasyarakat. Olehnya, pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan dalam proses pengambilan keputusan pada semua persoalan. Serta pemberian informasi dan pengetahuan yang masif kepada mereka.

Pada persoalan pendidikan, program wajib belajar sembilan tahun wajib untuk terus dicanangkan. Insetif pendidikan lewat subsidi BBM wajarnya diberikan secara merata oleh semua masyarakat tanpa memandang gender. Pada akhirnya, perempuan pun mendapatkan hak yang sama pada persoalan pendidikan.

Dari segi kesehatan, informasi masif tentang kesehatan reproduksi di masyarakat menjadi pilar untuk mengurangi dampak, adanya kurikulum kesehatan reproduksi disekolah-sekolah menengah merupakan salah satu bagiannya. Keterlibatan laki-laki dalam menggunakan alat kontrasepsi secara berimbang dengan perempuan, bukan hanya sebagai persamaan hak, karena hal ini, untuk mengurangi masalah kesehatan perempuan serta berkurangnya angka melahirkan.

Keterlibatan ekonomi menjadi sangat penting dalam permasalahan ini. Maraknya perdagangan perempuan dan anak menjadi salah satu dampak dari persoalan ekonomi. Olehnya keterlibatan secara mendalam oleh pemerintah sangat dibutuhkan dalam persoalan ini. Pemberian ruang-ruang kerja harus diintesifkan untuk membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Program insentif untuk keluarga miskin perlu menjadi jalan keluar dari permasalan ini tetapi juga harus diikuti dengan proses manajemen yang baik oleh pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan tersebut.

Disisi lain pemerintah sebagai pengambil keputusan, harus tegas dalam menjalankan dan mengontrol aturan-aturan yang telah dan akan dikeluarkan. Pemberian sanksi menjadi hal yang mutlak untuk dapat mencegah masalah-masalah penikahan dini dan perempuan secara keseluruhan.

***

Praktek pernikahan di usia dini hanyalah salah satu dari ribuan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh kaum hawa. Momentum dari hari kartini ini, dapat menjadi sebuah awal untuk mengurangi beban dari permasalahan yang dialami kaum perempuan. Kita harus sadar bahwa keberlanjutan suatu kaum tergantung dari keberadaan perempuan. Anak cucu bangsa yang kuat tercipta dari rahim perempuan yang sehat. (ab)


Persembahan Buat Wanita Indonesia

SEBAB DAN AKIBAT PERNIKAHAN DINI

PERNIKAHAN DINI ;

Masalah Klasik Perempuan Indonesia

Oleh : Muhammad Alim Bahri


Tanggal 21 april seluruh indonesia selalu memaknainya sebagai hari kebangkitan perempuan dengan adanya kartini sebagai pelopor. Sudah setengah abad lamanya kartini telah menancapkan tonggak awal pergerakan perempuan. Kartini secara sosial telah coba menembus budaya-budaya patriarki di indonesia. Namun, perjuangan itu sampai saat ini belum juga menemukan titik batas dari cita-cita tulus seorang kartini. Masih timpangnya persoalan perempuan baik dari segi budaya, sosial, politik, ekonomi,kesehatan dan semua sendi kehidupan.

Menurut lembaga kesehatan dunia (WHO) Indonesia merupakan negara yang tinggi tingkat kematiann ibu dan bayin. Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003 mengindikasikan tingginya angka kematian ibu dan bayi mencapai 307/100.000 angka kelahiran hidup dan 35/1000 angka kelahiran hidup. Bila dirata-rata setiap 1 jam terdapat dua orang ibu meninggal akibat melahirkan. Selain kompleksnya masalah kesehatan, dalam beberapa hal tingginya angka kematian ibu dan anak sangat berhubungan dengan pernikahan yang dilakukan di usia dini.

Bila menyimak kejadian pernikahan dini sangat berkaitan dengan kompleksnya pemasalahan yang ada di masyarakat. Permasalahannya bukan hanya masalah kesehatan tetapi juga persoalan ekonomi, budaya serta kebijakan pemerintah.

Kompleksitas masalah

Apabila kita menelaah lebih jauh tentang pernikahan dini, yang selalu menjadi obyek adalah perempuan. Pada konteks budaya, masih kentalnya budaya patriarkhi di masyarakat menjadikan perempuan berada pada second class dalam masyarakat.

Pernikahan dalam aspek budaya menduduki persoalan yang sangat sakral. Banyak mitos mengenai pernikahan didalam budaya setiap daerah. Salah satu mitos tersebut adalah kekhawatiran orang tua akan anaknya tidak mendapatkan jodoh bila anak yang sudah mendapatkan halangan (nifas) tidak cepat dinikahkan.

Pada persoalan ekonomi, tingginya pernikahan dini berada pada daerah-daerah miskin. Hal ini berhubungan dengan beban orang tua yang tidak sanggup lagi membiayai keberlangsungan hidup keluarga. Maka sebagai solusi singkat untuk mengkhiri masalah tersebut, dinikahkanlah anak-anak mereka yang sudah dianggap dewasa. Kemudian, dari pernikahan tersebut diharapkan mempunyai keturunan yang dapat membantu proses produksi demi kelancaran ekonomi keluarga.

Pada masalah pendidikan, angka melek huruf pada perempuan lebih sedikt dari laki-laki. Rata-rata, perempuan hanya diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan maksimal enam tahun atau empat tahun, karena menganggap bahwa perempuan itu sebaiknya berada di rumah dan bidang pekerjaannya sekitar dalam rumah saja.

Disisi kesehatan, program kesehatan yang masih berkutat pada peran-peran kuratif. Hal ini bisa dilihat dari anggaran pembangunan kesehatannya dengan alokasi untuk sektor promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif yang mencapai perbandingan sekitar 1:3. Selanjutnya, sisi kesehatan belum terlalu menyentuh kalangan laki-laki.

Dari segi undang-undang, peraturan tentang undang-undang pernikahan tidak diikuti proses pengawasan dan kontrol yang baik. Masih maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi semakin banyak pelanggaran aturan tersebut. Penegakan hukum ke aparat-aparat yang curang pun masih harus dipertanyakan.

Dampaknya

Dampak budaya patriarkhi yang dianut bangsa kita dengan mendudukkan laki-laki sebagai super power dalam semua permasalahan. Semua konsep dibuat dengan standar dorongan alamiah kaum laki-laki. Persoalan pernikahan dan keturunan sampai pemilihan alat kontrasepsi diatur oleh laki-laki. Akibatnya kaum wanita semakin terpinggirkan dan hanya menjadi semacan "perkakas budaya" yang harus tunduk dan menyesuaikan diri dengan pradigma budaya yang ada.

Secara sosial, dampak yang akan terjadi adalah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Saat ini indonesia berada dalam lima besar penduduk terbanyak didunia. Menurut Robert L.Malthus ; kenaikan penduduk berdasarkan deret hitung dan produksi berdasarkan deret ukur. Hal ini, dipicu karena pernikahan dini akan menyebabkan masa usia subur yang panjang. Meningkatnya tindakan-tindakan kriminal seperti pemerkosaan, pembunuhan serta masalah-masalah sosial lainya adalah salah satu dampak dari tingginya jumlah penduduk.

Dampak ekonomi, pertumbuhan penduduk tidak selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi (R. L. Malthus). Alhasil, rakyat miskin menjadi sesuatu yang mutlak terjadi. Hal ini karena, kebutuhan keluarga sangat banyak dan kompleks namun tidak dibarengi dengan nilai beli masyarakat. Sehingga pernikahan dini sebagai solusi alternatif mengurangi beban ekonomi.

Pada persoalan pendidikan,. program wajib belajar sembilan tahun belum dapat menyentuh nurani masyarakat. Masyarakat masih disibukkan dengan melengkapi kebutuhan ekonomi dalam menjalankan hidup. Indonesia angka perkawinan awal, di kalangan wanita yang mempunyai pengetahuan/ pendidikan di bawah pendidikan dasar secara kasar adalah tiga kali lipat daripada para wanita yang sekurangnya bersekolah selama 7 tahun (The Alan Guttmacher Institute,2005).

Tidak jauh berbeda pula pada persoalan kesehatan. Masih tingginya angka kematian ibu dan anak menjadi jawaban dari kurangnya perhatian pada pemberian informasi dan pendidikan dimasyarakat. Pernikahan dini, lebih besar kemungkinanya mengalami kelahiran secara prematur (premature labor), keguguran dan kematian bayi atau jabang bayi dalam kandungan, dan kemungkinannya meninggal akibat kehamilan, empat kali lipat daripada wanita yang lebih tua berusia 20 tahun keatas. Bayi yang dilahirkanpun lebih besar kemungkinanya lahir dengan berat yang kurang normal dan meninggal sebelum usia satu tahun daripada bayi-bayi yang dilahirkan oleh para wanita dewasa.

Solusi

Penanggulangan secara komprehensif dengan pelibatan semua komponen secara aktif dalam melihat persoalan seperti ini setidak-tidaknya dapat menjawab apa yang menjadi permasalahan dibalik pernikahan usia dini ini. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu pintu dalam mengatasi permasalahan ini. Keterlibatan secara aktif oleh masyarakat sangat mendukung kearah perubahan paradigma tetang pernikahan di usia dini.

Persoalan budaya, budaya petriarkhi yang sudah mengakar di indonesia menjadi hal yang cukup sulit untuk ditanggulangi. Hal ini dapat dimaklumi karena budaya ini memasuki semua komponen kehidupan dimasyarakat. Olehnya, pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan dalam proses pengambilan keputusan pada semua persoalan. Serta pemberian informasi dan pengetahuan yang masif kepada mereka.

Pada persoalan pendidikan, program wajib belajar sembilan tahun wajib untuk terus dicanangkan. Insetif pendidikan lewat subsidi BBM wajarnya diberikan secara merata oleh semua masyarakat tanpa memandang gender. Pada akhirnya, perempuan pun mendapatkan hak yang sama pada persoalan pendidikan.

Dari segi kesehatan, informasi masif tentang kesehatan reproduksi di masyarakat menjadi pilar untuk mengurangi dampak, adanya kurikulum kesehatan reproduksi disekolah-sekolah menengah merupakan salah satu bagiannya. Keterlibatan laki-laki dalam menggunakan alat kontrasepsi secara berimbang dengan perempuan, bukan hanya sebagai persamaan hak, karena hal ini, untuk mengurangi masalah kesehatan perempuan serta berkurangnya angka melahirkan.

Keterlibatan ekonomi menjadi sangat penting dalam permasalahan ini. Maraknya perdagangan perempuan dan anak menjadi salah satu dampak dari persoalan ekonomi. Olehnya keterlibatan secara mendalam oleh pemerintah sangat dibutuhkan dalam persoalan ini. Pemberian ruang-ruang kerja harus diintesifkan untuk membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Program insentif untuk keluarga miskin perlu menjadi jalan keluar dari permasalan ini tetapi juga harus diikuti dengan proses manajemen yang baik oleh pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan tersebut.

Disisi lain pemerintah sebagai pengambil keputusan, harus tegas dalam menjalankan dan mengontrol aturan-aturan yang telah dan akan dikeluarkan. Pemberian sanksi menjadi hal yang mutlak untuk dapat mencegah masalah-masalah penikahan dini dan perempuan secara keseluruhan.

***

Praktek pernikahan di usia dini hanyalah salah satu dari ribuan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh kaum hawa. Momentum dari hari kartini ini, dapat menjadi sebuah awal untuk mengurangi beban dari permasalahan yang dialami kaum perempuan. Kita harus sadar bahwa keberlanjutan suatu kaum tergantung dari keberadaan perempuan. Anak cucu bangsa yang kuat tercipta dari rahim perempuan yang sehat. (ab)


SEBAB DAN AKIBAT PERNIKAHAN DINI

PERNIKAHAN DINI ;

Masalah Klasik Perempuan Indonesia

Oleh : Muhammad Alim Bahri

Ketua Umum LKMI HMI Cabang Makassar Timur


Tanggal 21 april seluruh indonesia selalu memaknainya sebagai hari kebangkitan perempuan dengan adanya kartini sebagai pelopor. Sudah setengah abad lamanya kartini telah menancapkan tonggak awal pergerakan perempuan. Kartini secara sosial telah coba menembus budaya-budaya patriarki di indonesia. Namun, perjuangan itu sampai saat ini belum juga menemukan titik batas dari cita-cita tulus seorang kartini. Masih timpangnya persoalan perempuan baik dari segi budaya, sosial, politik, ekonomi,kesehatan dan semua sendi kehidupan.

Menurut lembaga kesehatan dunia (WHO) Indonesia merupakan negara yang tinggi tingkat kematiann ibu dan bayin. Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003 mengindikasikan tingginya angka kematian ibu dan bayi mencapai 307/100.000 angka kelahiran hidup dan 35/1000 angka kelahiran hidup. Bila dirata-rata setiap 1 jam terdapat dua orang ibu meninggal akibat melahirkan. Selain kompleksnya masalah kesehatan, dalam beberapa hal tingginya angka kematian ibu dan anak sangat berhubungan dengan pernikahan yang dilakukan di usia dini.

Bila menyimak kejadian pernikahan dini sangat berkaitan dengan kompleksnya pemasalahan yang ada di masyarakat. Permasalahannya bukan hanya masalah kesehatan tetapi juga persoalan ekonomi, budaya serta kebijakan pemerintah.

Kompleksitas masalah

Apabila kita menelaah lebih jauh tentang pernikahan dini, yang selalu menjadi obyek adalah perempuan. Pada konteks budaya, masih kentalnya budaya patriarkhi di masyarakat menjadikan perempuan berada pada second class dalam masyarakat.

Pernikahan dalam aspek budaya menduduki persoalan yang sangat sakral. Banyak mitos mengenai pernikahan didalam budaya setiap daerah. Salah satu mitos tersebut adalah kekhawatiran orang tua akan anaknya tidak mendapatkan jodoh bila anak yang sudah mendapatkan halangan (nifas) tidak cepat dinikahkan.

Pada persoalan ekonomi, tingginya pernikahan dini berada pada daerah-daerah miskin. Hal ini berhubungan dengan beban orang tua yang tidak sanggup lagi membiayai keberlangsungan hidup keluarga. Maka sebagai solusi singkat untuk mengkhiri masalah tersebut, dinikahkanlah anak-anak mereka yang sudah dianggap dewasa. Kemudian, dari pernikahan tersebut diharapkan mempunyai keturunan yang dapat membantu proses produksi demi kelancaran ekonomi keluarga.

Pada masalah pendidikan, angka melek huruf pada perempuan lebih sedikt dari laki-laki. Rata-rata, perempuan hanya diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan maksimal enam tahun atau empat tahun, karena menganggap bahwa perempuan itu sebaiknya berada di rumah dan bidang pekerjaannya sekitar dalam rumah saja.

Disisi kesehatan, program kesehatan yang masih berkutat pada peran-peran kuratif. Hal ini bisa dilihat dari anggaran pembangunan kesehatannya dengan alokasi untuk sektor promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif yang mencapai perbandingan sekitar 1:3. Selanjutnya, sisi kesehatan belum terlalu menyentuh kalangan laki-laki.

Dari segi undang-undang, peraturan tentang undang-undang pernikahan tidak diikuti proses pengawasan dan kontrol yang baik. Masih maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi semakin banyak pelanggaran aturan tersebut. Penegakan hukum ke aparat-aparat yang curang pun masih harus dipertanyakan.

Dampaknya

Dampak budaya patriarkhi yang dianut bangsa kita dengan mendudukkan laki-laki sebagai super power dalam semua permasalahan. Semua konsep dibuat dengan standar dorongan alamiah kaum laki-laki. Persoalan pernikahan dan keturunan sampai pemilihan alat kontrasepsi diatur oleh laki-laki. Akibatnya kaum wanita semakin terpinggirkan dan hanya menjadi semacan "perkakas budaya" yang harus tunduk dan menyesuaikan diri dengan pradigma budaya yang ada.

Secara sosial, dampak yang akan terjadi adalah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Saat ini indonesia berada dalam lima besar penduduk terbanyak didunia. Menurut Robert L.Malthus ; kenaikan penduduk berdasarkan deret hitung dan produksi berdasarkan deret ukur. Hal ini, dipicu karena pernikahan dini akan menyebabkan masa usia subur yang panjang. Meningkatnya tindakan-tindakan kriminal seperti pemerkosaan, pembunuhan serta masalah-masalah sosial lainya adalah salah satu dampak dari tingginya jumlah penduduk.

Dampak ekonomi, pertumbuhan penduduk tidak selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi (R. L. Malthus). Alhasil, rakyat miskin menjadi sesuatu yang mutlak terjadi. Hal ini karena, kebutuhan keluarga sangat banyak dan kompleks namun tidak dibarengi dengan nilai beli masyarakat. Sehingga pernikahan dini sebagai solusi alternatif mengurangi beban ekonomi.

Pada persoalan pendidikan,. program wajib belajar sembilan tahun belum dapat menyentuh nurani masyarakat. Masyarakat masih disibukkan dengan melengkapi kebutuhan ekonomi dalam menjalankan hidup. Indonesia angka perkawinan awal, di kalangan wanita yang mempunyai pengetahuan/ pendidikan di bawah pendidikan dasar secara kasar adalah tiga kali lipat daripada para wanita yang sekurangnya bersekolah selama 7 tahun (The Alan Guttmacher Institute,2005).

Tidak jauh berbeda pula pada persoalan kesehatan. Masih tingginya angka kematian ibu dan anak menjadi jawaban dari kurangnya perhatian pada pemberian informasi dan pendidikan dimasyarakat. Pernikahan dini, lebih besar kemungkinanya mengalami kelahiran secara prematur (premature labor), keguguran dan kematian bayi atau jabang bayi dalam kandungan, dan kemungkinannya meninggal akibat kehamilan, empat kali lipat daripada wanita yang lebih tua berusia 20 tahun keatas. Bayi yang dilahirkanpun lebih besar kemungkinanya lahir dengan berat yang kurang normal dan meninggal sebelum usia satu tahun daripada bayi-bayi yang dilahirkan oleh para wanita dewasa.

Solusi

Penanggulangan secara komprehensif dengan pelibatan semua komponen secara aktif dalam melihat persoalan seperti ini setidak-tidaknya dapat menjawab apa yang menjadi permasalahan dibalik pernikahan usia dini ini. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu pintu dalam mengatasi permasalahan ini. Keterlibatan secara aktif oleh masyarakat sangat mendukung kearah perubahan paradigma tetang pernikahan di usia dini.

Persoalan budaya, budaya petriarkhi yang sudah mengakar di indonesia menjadi hal yang cukup sulit untuk ditanggulangi. Hal ini dapat dimaklumi karena budaya ini memasuki semua komponen kehidupan dimasyarakat. Olehnya, pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan dalam proses pengambilan keputusan pada semua persoalan. Serta pemberian informasi dan pengetahuan yang masif kepada mereka.

Pada persoalan pendidikan, program wajib belajar sembilan tahun wajib untuk terus dicanangkan. Insetif pendidikan lewat subsidi BBM wajarnya diberikan secara merata oleh semua masyarakat tanpa memandang gender. Pada akhirnya, perempuan pun mendapatkan hak yang sama pada persoalan pendidikan.

Dari segi kesehatan, informasi masif tentang kesehatan reproduksi di masyarakat menjadi pilar untuk mengurangi dampak, adanya kurikulum kesehatan reproduksi disekolah-sekolah menengah merupakan salah satu bagiannya. Keterlibatan laki-laki dalam menggunakan alat kontrasepsi secara berimbang dengan perempuan, bukan hanya sebagai persamaan hak, karena hal ini, untuk mengurangi masalah kesehatan perempuan serta berkurangnya angka melahirkan.

Keterlibatan ekonomi menjadi sangat penting dalam permasalahan ini. Maraknya perdagangan perempuan dan anak menjadi salah satu dampak dari persoalan ekonomi. Olehnya keterlibatan secara mendalam oleh pemerintah sangat dibutuhkan dalam persoalan ini. Pemberian ruang-ruang kerja harus diintesifkan untuk membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Program insentif untuk keluarga miskin perlu menjadi jalan keluar dari permasalan ini tetapi juga harus diikuti dengan proses manajemen yang baik oleh pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan tersebut.

Disisi lain pemerintah sebagai pengambil keputusan, harus tegas dalam menjalankan dan mengontrol aturan-aturan yang telah dan akan dikeluarkan. Pemberian sanksi menjadi hal yang mutlak untuk dapat mencegah masalah-masalah penikahan dini dan perempuan secara keseluruhan.

***

Praktek pernikahan di usia dini hanyalah salah satu dari ribuan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh kaum hawa. Momentum dari hari kartini ini, dapat menjadi sebuah awal untuk mengurangi beban dari permasalahan yang dialami kaum perempuan. Kita harus sadar bahwa keberlanjutan suatu kaum tergantung dari keberadaan perempuan. Anak cucu bangsa yang kuat tercipta dari rahim perempuan yang sehat. (ab)