SEBAB DAN AKIBAT PERNIKAHAN DINI PERNIKAHAN DINI ;
Masalah Klasik Perempuan Indonesia
Oleh : Muhammad Alim Bahri
Tanggal 21 april seluruh indonesia selalu memaknainya sebagai hari kebangkitan perempuan dengan adanya kartini sebagai pelopor. Sudah setengah abad lamanya kartini telah menancapkan tonggak awal pergerakan perempuan. Kartini secara sosial telah coba menembus budaya-budaya patriarki di indonesia. Namun, perjuangan itu sampai saat ini belum juga menemukan titik batas dari cita-cita tulus seorang kartini. Masih timpangnya persoalan perempuan baik dari segi budaya, sosial, politik, ekonomi,kesehatan dan semua sendi kehidupan.
Menurut lembaga kesehatan dunia (WHO) Indonesia merupakan negara yang tinggi tingkat kematiann ibu dan bayin. Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003 mengindikasikan tingginya angka kematian ibu dan bayi mencapai 307/100.000 angka kelahiran hidup dan 35/1000 angka kelahiran hidup. Bila dirata-rata setiap 1 jam terdapat dua orang ibu meninggal akibat melahirkan. Selain kompleksnya masalah kesehatan, dalam beberapa hal tingginya angka kematian ibu dan anak sangat berhubungan dengan pernikahan yang dilakukan di usia dini.
Bila menyimak kejadian pernikahan dini sangat berkaitan dengan kompleksnya pemasalahan yang ada di masyarakat. Permasalahannya bukan hanya masalah kesehatan tetapi juga persoalan ekonomi, budaya serta kebijakan pemerintah.
Kompleksitas masalah
Apabila kita menelaah lebih jauh tentang pernikahan dini, yang selalu menjadi obyek adalah perempuan. Pada konteks budaya, masih kentalnya budaya patriarkhi di masyarakat menjadikan perempuan berada pada second class dalam masyarakat.
Pernikahan dalam aspek budaya menduduki persoalan yang sangat sakral. Banyak mitos mengenai pernikahan didalam budaya setiap daerah. Salah satu mitos tersebut adalah kekhawatiran orang tua akan anaknya tidak mendapatkan jodoh bila anak yang sudah mendapatkan halangan (nifas) tidak cepat dinikahkan.
Pada persoalan ekonomi, tingginya pernikahan dini berada pada daerah-daerah miskin. Hal ini berhubungan dengan beban orang tua yang tidak sanggup lagi membiayai keberlangsungan hidup keluarga. Maka sebagai solusi singkat untuk mengkhiri masalah tersebut, dinikahkanlah anak-anak mereka yang sudah dianggap dewasa. Kemudian, dari pernikahan tersebut diharapkan mempunyai keturunan yang dapat membantu proses produksi demi kelancaran ekonomi keluarga.
Pada masalah pendidikan, angka melek huruf pada perempuan lebih sedikt dari laki-laki. Rata-rata, perempuan hanya diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan maksimal enam tahun atau empat tahun, karena menganggap bahwa perempuan itu sebaiknya berada di rumah dan bidang pekerjaannya sekitar dalam rumah saja.
Disisi kesehatan, program kesehatan yang masih berkutat pada peran-peran kuratif. Hal ini bisa dilihat dari anggaran pembangunan kesehatannya dengan alokasi untuk sektor promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif yang mencapai perbandingan sekitar 1:3. Selanjutnya, sisi kesehatan belum terlalu menyentuh kalangan laki-laki.
Dari segi undang-undang, peraturan tentang undang-undang pernikahan tidak diikuti proses pengawasan dan kontrol yang baik. Masih maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi semakin banyak pelanggaran aturan tersebut. Penegakan hukum ke aparat-aparat yang curang pun masih harus dipertanyakan.
Dampaknya
Dampak budaya patriarkhi yang dianut bangsa kita dengan mendudukkan laki-laki sebagai super power dalam semua permasalahan. Semua konsep dibuat dengan standar dorongan alamiah kaum laki-laki. Persoalan pernikahan dan keturunan sampai pemilihan alat kontrasepsi diatur oleh laki-laki. Akibatnya kaum wanita semakin terpinggirkan dan hanya menjadi semacan "perkakas budaya" yang harus tunduk dan menyesuaikan diri dengan pradigma budaya yang ada.
Secara sosial, dampak yang akan terjadi adalah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Saat ini indonesia berada dalam lima besar penduduk terbanyak didunia. Menurut Robert L.Malthus ; kenaikan penduduk berdasarkan deret hitung dan produksi berdasarkan deret ukur. Hal ini, dipicu karena pernikahan dini akan menyebabkan masa usia subur yang panjang. Meningkatnya tindakan-tindakan kriminal seperti pemerkosaan, pembunuhan serta masalah-masalah sosial lainya adalah salah satu dampak dari tingginya jumlah penduduk.
Dampak ekonomi, pertumbuhan penduduk tidak selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi (R. L. Malthus). Alhasil, rakyat miskin menjadi sesuatu yang mutlak terjadi. Hal ini karena, kebutuhan keluarga sangat banyak dan kompleks namun tidak dibarengi dengan nilai beli masyarakat. Sehingga pernikahan dini sebagai solusi alternatif mengurangi beban ekonomi.
Pada persoalan pendidikan,. program wajib belajar sembilan tahun belum dapat menyentuh nurani masyarakat. Masyarakat masih disibukkan dengan melengkapi kebutuhan ekonomi dalam menjalankan hidup. Indonesia angka perkawinan awal, di kalangan wanita yang mempunyai pengetahuan/ pendidikan di bawah pendidikan dasar secara kasar adalah tiga kali lipat daripada para wanita yang sekurangnya bersekolah selama 7 tahun (The Alan Guttmacher Institute,2005).
Tidak jauh berbeda pula pada persoalan kesehatan. Masih tingginya angka kematian ibu dan anak menjadi jawaban dari kurangnya perhatian pada pemberian informasi dan pendidikan dimasyarakat. Pernikahan dini, lebih besar kemungkinanya mengalami kelahiran secara prematur (premature labor), keguguran dan kematian bayi atau jabang bayi dalam kandungan, dan kemungkinannya meninggal akibat kehamilan, empat kali lipat daripada wanita yang lebih tua berusia 20 tahun keatas. Bayi yang dilahirkanpun lebih besar kemungkinanya lahir dengan berat yang kurang normal dan meninggal sebelum usia satu tahun daripada bayi-bayi yang dilahirkan oleh para wanita dewasa.
Solusi
Penanggulangan secara komprehensif dengan pelibatan semua komponen secara aktif dalam melihat persoalan seperti ini setidak-tidaknya dapat menjawab apa yang menjadi permasalahan dibalik pernikahan usia dini ini. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu pintu dalam mengatasi permasalahan ini. Keterlibatan secara aktif oleh masyarakat sangat mendukung kearah perubahan paradigma tetang pernikahan di usia dini.
Persoalan budaya, budaya petriarkhi yang sudah mengakar di indonesia menjadi hal yang cukup sulit untuk ditanggulangi. Hal ini dapat dimaklumi karena budaya ini memasuki semua komponen kehidupan dimasyarakat. Olehnya, pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan dalam proses pengambilan keputusan pada semua persoalan. Serta pemberian informasi dan pengetahuan yang masif kepada mereka.
Pada persoalan pendidikan, program wajib belajar sembilan tahun wajib untuk terus dicanangkan. Insetif pendidikan lewat subsidi BBM wajarnya diberikan secara merata oleh semua masyarakat tanpa memandang gender. Pada akhirnya, perempuan pun mendapatkan hak yang sama pada persoalan pendidikan.
Dari segi kesehatan, informasi masif tentang kesehatan reproduksi di masyarakat menjadi pilar untuk mengurangi dampak, adanya kurikulum kesehatan reproduksi disekolah-sekolah menengah merupakan salah satu bagiannya. Keterlibatan laki-laki dalam menggunakan alat kontrasepsi secara berimbang dengan perempuan, bukan hanya sebagai persamaan hak, karena hal ini, untuk mengurangi masalah kesehatan perempuan serta berkurangnya angka melahirkan.
Keterlibatan ekonomi menjadi sangat penting dalam permasalahan ini. Maraknya perdagangan perempuan dan anak menjadi salah satu dampak dari persoalan ekonomi. Olehnya keterlibatan secara mendalam oleh pemerintah sangat dibutuhkan dalam persoalan ini. Pemberian ruang-ruang kerja harus diintesifkan untuk membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Program insentif untuk keluarga miskin perlu menjadi jalan keluar dari permasalan ini tetapi juga harus diikuti dengan proses manajemen yang baik oleh pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan tersebut.
Disisi lain pemerintah sebagai pengambil keputusan, harus tegas dalam menjalankan dan mengontrol aturan-aturan yang telah dan akan dikeluarkan. Pemberian sanksi menjadi hal yang mutlak untuk dapat mencegah masalah-masalah penikahan dini dan perempuan secara keseluruhan.
***
Praktek pernikahan di usia dini hanyalah salah satu dari ribuan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh kaum hawa. Momentum dari hari kartini ini, dapat menjadi sebuah awal untuk mengurangi beban dari permasalahan yang dialami kaum perempuan. Kita harus sadar bahwa keberlanjutan suatu kaum tergantung dari keberadaan perempuan. Anak cucu bangsa yang kuat tercipta dari rahim perempuan yang sehat. (ab)
SEBAB DAN AKIBAT PERNIKAHAN DINI PERNIKAHAN DINI ;
Masalah Klasik Perempuan Indonesia
Oleh : Muhammad Alim Bahri
Ketua Umum LKMI HMI Cabang Makassar Timur
Tanggal 21 april seluruh indonesia selalu memaknainya sebagai hari kebangkitan perempuan dengan adanya kartini sebagai pelopor. Sudah setengah abad lamanya kartini telah menancapkan tonggak awal pergerakan perempuan. Kartini secara sosial telah coba menembus budaya-budaya patriarki di indonesia. Namun, perjuangan itu sampai saat ini belum juga menemukan titik batas dari cita-cita tulus seorang kartini. Masih timpangnya persoalan perempuan baik dari segi budaya, sosial, politik, ekonomi,kesehatan dan semua sendi kehidupan.
Menurut lembaga kesehatan dunia (WHO) Indonesia merupakan negara yang tinggi tingkat kematiann ibu dan bayin. Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003 mengindikasikan tingginya angka kematian ibu dan bayi mencapai 307/100.000 angka kelahiran hidup dan 35/1000 angka kelahiran hidup. Bila dirata-rata setiap 1 jam terdapat dua orang ibu meninggal akibat melahirkan. Selain kompleksnya masalah kesehatan, dalam beberapa hal tingginya angka kematian ibu dan anak sangat berhubungan dengan pernikahan yang dilakukan di usia dini.
Bila menyimak kejadian pernikahan dini sangat berkaitan dengan kompleksnya pemasalahan yang ada di masyarakat. Permasalahannya bukan hanya masalah kesehatan tetapi juga persoalan ekonomi, budaya serta kebijakan pemerintah.
Kompleksitas masalah
Apabila kita menelaah lebih jauh tentang pernikahan dini, yang selalu menjadi obyek adalah perempuan. Pada konteks budaya, masih kentalnya budaya patriarkhi di masyarakat menjadikan perempuan berada pada second class dalam masyarakat.
Pernikahan dalam aspek budaya menduduki persoalan yang sangat sakral. Banyak mitos mengenai pernikahan didalam budaya setiap daerah. Salah satu mitos tersebut adalah kekhawatiran orang tua akan anaknya tidak mendapatkan jodoh bila anak yang sudah mendapatkan halangan (nifas) tidak cepat dinikahkan.
Pada persoalan ekonomi, tingginya pernikahan dini berada pada daerah-daerah miskin. Hal ini berhubungan dengan beban orang tua yang tidak sanggup lagi membiayai keberlangsungan hidup keluarga. Maka sebagai solusi singkat untuk mengkhiri masalah tersebut, dinikahkanlah anak-anak mereka yang sudah dianggap dewasa. Kemudian, dari pernikahan tersebut diharapkan mempunyai keturunan yang dapat membantu proses produksi demi kelancaran ekonomi keluarga.
Pada masalah pendidikan, angka melek huruf pada perempuan lebih sedikt dari laki-laki. Rata-rata, perempuan hanya diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan maksimal enam tahun atau empat tahun, karena menganggap bahwa perempuan itu sebaiknya berada di rumah dan bidang pekerjaannya sekitar dalam rumah saja.
Disisi kesehatan, program kesehatan yang masih berkutat pada peran-peran kuratif. Hal ini bisa dilihat dari anggaran pembangunan kesehatannya dengan alokasi untuk sektor promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif yang mencapai perbandingan sekitar 1:3. Selanjutnya, sisi kesehatan belum terlalu menyentuh kalangan laki-laki.
Dari segi undang-undang, peraturan tentang undang-undang pernikahan tidak diikuti proses pengawasan dan kontrol yang baik. Masih maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi semakin banyak pelanggaran aturan tersebut. Penegakan hukum ke aparat-aparat yang curang pun masih harus dipertanyakan.
Dampaknya
Dampak budaya patriarkhi yang dianut bangsa kita dengan mendudukkan laki-laki sebagai super power dalam semua permasalahan. Semua konsep dibuat dengan standar dorongan alamiah kaum laki-laki. Persoalan pernikahan dan keturunan sampai pemilihan alat kontrasepsi diatur oleh laki-laki. Akibatnya kaum wanita semakin terpinggirkan dan hanya menjadi semacan "perkakas budaya" yang harus tunduk dan menyesuaikan diri dengan pradigma budaya yang ada.
Secara sosial, dampak yang akan terjadi adalah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Saat ini indonesia berada dalam lima besar penduduk terbanyak didunia. Menurut Robert L.Malthus ; kenaikan penduduk berdasarkan deret hitung dan produksi berdasarkan deret ukur. Hal ini, dipicu karena pernikahan dini akan menyebabkan masa usia subur yang panjang. Meningkatnya tindakan-tindakan kriminal seperti pemerkosaan, pembunuhan serta masalah-masalah sosial lainya adalah salah satu dampak dari tingginya jumlah penduduk.
Dampak ekonomi, pertumbuhan penduduk tidak selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi (R. L. Malthus). Alhasil, rakyat miskin menjadi sesuatu yang mutlak terjadi. Hal ini karena, kebutuhan keluarga sangat banyak dan kompleks namun tidak dibarengi dengan nilai beli masyarakat. Sehingga pernikahan dini sebagai solusi alternatif mengurangi beban ekonomi.
Pada persoalan pendidikan,. program wajib belajar sembilan tahun belum dapat menyentuh nurani masyarakat. Masyarakat masih disibukkan dengan melengkapi kebutuhan ekonomi dalam menjalankan hidup. Indonesia angka perkawinan awal, di kalangan wanita yang mempunyai pengetahuan/ pendidikan di bawah pendidikan dasar secara kasar adalah tiga kali lipat daripada para wanita yang sekurangnya bersekolah selama 7 tahun (The Alan Guttmacher Institute,2005).
Tidak jauh berbeda pula pada persoalan kesehatan. Masih tingginya angka kematian ibu dan anak menjadi jawaban dari kurangnya perhatian pada pemberian informasi dan pendidikan dimasyarakat. Pernikahan dini, lebih besar kemungkinanya mengalami kelahiran secara prematur (premature labor), keguguran dan kematian bayi atau jabang bayi dalam kandungan, dan kemungkinannya meninggal akibat kehamilan, empat kali lipat daripada wanita yang lebih tua berusia 20 tahun keatas. Bayi yang dilahirkanpun lebih besar kemungkinanya lahir dengan berat yang kurang normal dan meninggal sebelum usia satu tahun daripada bayi-bayi yang dilahirkan oleh para wanita dewasa.
Solusi
Penanggulangan secara komprehensif dengan pelibatan semua komponen secara aktif dalam melihat persoalan seperti ini setidak-tidaknya dapat menjawab apa yang menjadi permasalahan dibalik pernikahan usia dini ini. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu pintu dalam mengatasi permasalahan ini. Keterlibatan secara aktif oleh masyarakat sangat mendukung kearah perubahan paradigma tetang pernikahan di usia dini.
Persoalan budaya, budaya petriarkhi yang sudah mengakar di indonesia menjadi hal yang cukup sulit untuk ditanggulangi. Hal ini dapat dimaklumi karena budaya ini memasuki semua komponen kehidupan dimasyarakat. Olehnya, pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan dalam proses pengambilan keputusan pada semua persoalan. Serta pemberian informasi dan pengetahuan yang masif kepada mereka.
Pada persoalan pendidikan, program wajib belajar sembilan tahun wajib untuk terus dicanangkan. Insetif pendidikan lewat subsidi BBM wajarnya diberikan secara merata oleh semua masyarakat tanpa memandang gender. Pada akhirnya, perempuan pun mendapatkan hak yang sama pada persoalan pendidikan.
Dari segi kesehatan, informasi masif tentang kesehatan reproduksi di masyarakat menjadi pilar untuk mengurangi dampak, adanya kurikulum kesehatan reproduksi disekolah-sekolah menengah merupakan salah satu bagiannya. Keterlibatan laki-laki dalam menggunakan alat kontrasepsi secara berimbang dengan perempuan, bukan hanya sebagai persamaan hak, karena hal ini, untuk mengurangi masalah kesehatan perempuan serta berkurangnya angka melahirkan.
Keterlibatan ekonomi menjadi sangat penting dalam permasalahan ini. Maraknya perdagangan perempuan dan anak menjadi salah satu dampak dari persoalan ekonomi. Olehnya keterlibatan secara mendalam oleh pemerintah sangat dibutuhkan dalam persoalan ini. Pemberian ruang-ruang kerja harus diintesifkan untuk membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Program insentif untuk keluarga miskin perlu menjadi jalan keluar dari permasalan ini tetapi juga harus diikuti dengan proses manajemen yang baik oleh pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan tersebut.
Disisi lain pemerintah sebagai pengambil keputusan, harus tegas dalam menjalankan dan mengontrol aturan-aturan yang telah dan akan dikeluarkan. Pemberian sanksi menjadi hal yang mutlak untuk dapat mencegah masalah-masalah penikahan dini dan perempuan secara keseluruhan.
***
Praktek pernikahan di usia dini hanyalah salah satu dari ribuan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh kaum hawa. Momentum dari hari kartini ini, dapat menjadi sebuah awal untuk mengurangi beban dari permasalahan yang dialami kaum perempuan. Kita harus sadar bahwa keberlanjutan suatu kaum tergantung dari keberadaan perempuan. Anak cucu bangsa yang kuat tercipta dari rahim perempuan yang sehat. (ab)